Senin, 29 Februari 2016

Weekend Galau #Part 2 Edisi Ulang Tahun dan Konferensi Meja Kotak...



Lagi-lagi tiap weekend galau. Entah apa yang salah dengan saya? Itulah kenapa saya benci harus jatuh cinta dengan seseorang. Benci ketika sudah terjatuh akan susah berdiri kembali. Ah, ingin sekali waktu berlari lagi sehingga masa ini cepat terlewati. 

Tak hanya saya, rupanya kedua sohib seperantauan saya juga mengalami kegalauan hati. Yang satu bertambah tua, yang satu lagi cinta tak direstui. Biarpun berbeda-beda galaunya, tapi tetap satu juga. Maksudnya tetap satu selera, sama-sama suka bakso. Lah... Asli nggak nyambung. Biarin.

Dalam rangka merayakan ulang tahun sohib saya, sebut saja Emak, saya dan sohib saya satunya lagi, Mamah, menghabiskan weekend galau kita di tempat biasa. Murah, banyak makanan, bisa cuci mata gratis, dan nyanyi sepuasnya, Kampung Coklat. Hahaha, nggak punya duit detected. Ah, kata siapa... Kan ditraktir Emak jadi semua aman. Nah, tuh... Ketahuan.

Saya, seperti biasa yang matanya nggak pernah bisa lepas dari mas drummer, sebenarnya sudah hampir lupa kalo saat itu lagi galau. Ternyata kedua sohib saya ini sama-sama pinter. Pinter mancing emosi maksudnya. Ya, udah susah payah lupa, malah diingatkan lagi. Sumpah, dua makhluk ini minta ditampol. 

Kemudian, konferensi meja kotak kita pun dimulai. Ya ya ya, apalagi kalo bukan rumpik, curhat, ngakak bareng, sambil makan bakso dan minumnya es coklat. Heh kaliaaannn... Katanya diet? Ini sih diet seimbang. Bakso di tangan kanan, es coklat di tangan kiri. Kan, seimbang kayak timbangan? Nah, kembali ke KMK (konferensi meja kotak). Apa yang dibahas? Monyet pemirsa, eh salah... Kambing.

Sebut saja kambing, kambing jelek yang walaupun lagi hari raya kurban nggak ada satu orang pun yang berani kurban nih kambing. Jadi kambing ini kenapa? Kambing mungkin punya pacar, sebut saja kambing betina. Kok gitu? Jelas lah, nih kambing kan nggak homo. Terus? Gobloknya, entah kenapa saya tiap hari mikirin ini kambing. Emang ya, kadang-kadang yang jelek itu malah bikin kepikiran.  Ya, sepertinya alasan kenapa kambing menghindari cewek seimut dan semanis saya (padahal dia kan kambiiing....) adalah adanya kambing betina. Dan saya sukses dibuatnya galau, menangis dalam kesepian, dan sukses menurunkan berat badan saya 3 kg. Alhamdulillah, makasih ya mbing... #nangis guling-guling.

Lalu, selain kambing kita juga membahas beruk. Ya ya, si beruk ini udah bikin si Mamah klepek-klepek tapi sayangnya cinta mereka tanpa restu. Terus si Emak galau kenapa? Galau karena tambah tua. Hihihi. Santai aja bro, tua kan cuma angka yang penting muka masih SMA. Btw, saya masih sering ditanya kelas berapa, mau kuliah dimana, atau semester berapa. Ternyata muka saya ini cukup menipu mata orang-orang ya. Padahal tahun ini saja usia saya udah 20+++. Hehehe.

Eh, ulang tahun kita kan hampir barengan ya mbing... Traktirannya bareng aja ya, kan kamu dulu yang bilang. Tapi semuanya kamu yang bayar ya... Hihihi.

Akhirnya sesi terakhir dari KMK. Sesi baca keputusan masing-masing.

"Kalo ada yg lebih baik dari si bajul (pacarnya dia), mending nikah sama yang lebih baik aja.  Hahaha." Emak says.

"HBD ya maakkk... Turut berduka karena makin tua. Sering-sering ya traktirannya,"

"Huss... Aminnya mana?

Saya dan Mamah pun kompak, "Aaaamiiiinnnn...."

Giliran Mamah yang menyampaikan keputusan dia.

"Gue nggak semuanya deh. Nggak beruk, nggak kingkong, nggak semuanya. Pokoknya gue harus  bisa dapetin sarjana, kalo perlu S2, S3 sekalian."

"Mah, samsung galaxy tuh udah S7...." Mamah pun melotot ke arah saya. "Ampun, deh.. Ampun..."

Dan lagi-lagi saya kompakan bilang "Aaaaamiiiinnnn..." Kali ini sama Emak.

Nah, tiba saatnya saya yang baca keputusan saya di KMK kali ini.

"Biarlah si kambing jadi milik kambing betina, aku merantau aja ke ujung barat Indonesia."

Mamah meledek, "Katanya lo cinta?"

"Makanya, jalan satu-satunya ya pergi jauh.... Disini galau mulu,"

"Yakin kamu mau pergi jauh-jauhan sama kambing?" Tanya Emak. Saya mengangguk, mantap.

"Eh, emak lo udah kasih lampu hijau?"

"Masih tahap perizinan, hehehe...."

"Terus ngapain masih disini? Sana berangkat...."

"Kan aku belum bilang sama kambing kalo mau pergi..."

Dua sohib saya kompak tepuk jidat. "Alamaaakkk, separo-separo amat sih mau ngelupain si kambing." Mereka kompak grundel juga.

"Habis... Habisnyaaaa....."

"Udah sana, nikah aja sama kambing."

"Nggak mau, hiksss...."

"Lo kayaknya dikasih macan juga masih pilih kambing...."

".........................."

Akhirnya, sampai KMK berakhir, bakso habis, es coklat habis, 3 kali hujan-panas, dan sampai kita pulang pun, cuma saya yang nggak di-amin-kan sama kedua sohib saya. Hahaha. Mungkin mereka nggak ingin saya pergi, nggak ingin kambing jadi milik kambing betina, atau memang lupa beneran. Hihihi. Hanya Tuhan dan mereka yang tau. Ah, saya benar-benar nggak ingin pisah sama mereka.

Ah iya... Hujan menemani saya sepanjang perjalanan pulang. Saya pernah baca status sosmed penulis beken Tere Liye yang isinya kurang lebih begini, "Jangan jatuh cinta pada saat hujan, karena ketika sakit hati maka kamu akan membenci hujan dan kenangannya." Sepertinya nggak berlaku ya buat saya. Hehehe. Saya sangat menyukai perjalanan di tengah hujan. Karena saya akan teringat mantel kumal dan sobeknya, teringat betapa jeleknya kita saat memakainya, teringat saya akan tetap basah karena memang mantelnya sobek-sobek. Hahaha, ah saya mungkin gila. Tertawa sendiri di tengah jalan, dalam hujan. Mungkin juga gila, kena penyakitnya si kambing. Kambing gila... Dasar kambing.


galau pun masih sempat narsis... dasar perempuan -_-




Sabtu, 27 Februari 2016

Waspada Penyakit Difteri



Menyambut pekan imunisasi nasional, kali ini saya ingin menulis tentang salah satu penyakit yang bisa dicegah melalui imunisasi. Imunisasi itu penting lho, jadi emak-emak yang punya baby, jangan lupa diimunisasi ya babynya....

Semuanya berawal dari tetangga saya yang biasa masak di rumah kakak, yang juga seorang kader posyandu dan juga wartawati acara arisan emak-emak (soalnya hampir semua hot news di kampung dia ngerti sih, hehe), bilang kalo ada bocah meninggal karena difteri. Karena rasa keponya lumayan tinggi, mbak yang menjalani banyak profesi sekaligus ini (koki, cleaning service, baby sitter, kader posyandu, dan wartawati) menghujani beberapa pertanyaan seputar difteri pada saya. Lah, saya juga nggak begitu ngeh lho mbak, hehehe. Akhirnya terjadilah beberapa tanya jawab antara saya dan mbak tadi. Sebenarnya sih, jawaban ini saya kutip dari internet lho... Hihihi. Jadi, thanks to wikipedia, posyandu.org, dan alodokter.

Difteri itu penyakit apa sih?

Jadi difteri itu salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Penyakit ini lebih seringnya sih menyerang anak-anak.

Nama bakterinya kok bagus ya, mbak... 

Bagus sih, bagus... Tapi mematikan lho....

Hiiyyhh, kok serem gitu ya? Tanda dan gejalanya difteri itu gimana?

Emang serem keles... Jadi waspada aja kalo anak mbak atau siapa gitu sakit tenggorokan, demam, nyeri saat menelan, dan lemas. Ada juga yang diikuti dengan nyeri kepala, mual, muntah, dan menggigil. Kelenjar getah bening di leher membengkak. Biasanya penderita akan mengalami sesak nafas dan keluar ingus dari hidung. 

Kok bisa sampai mematikan?

Bisa donk. Bakteri Corynebacterium Diphteriae itu bakteri penghasil toksin atau racun. Kalo nggak segera diobati, toksin tersebut dapat menyebabkan komplikasi seperti :

- Gagal napas. Soalnya toksin bakteri tersebut bisa memicu inflamasi pada paru-paru sehingga      menyebabkan fungsi paru-paru menurun drastis dan terjadilah gagal napas. 

- Jantung. Kalo toksin sudah masuk ke jantung, maka otot jantung akan mengalami inflamasi atau miokarditis sehingga menyebabkan detak jantung tidak teratur. Dan yang lebih buruk lagi kalo sampai menyebabkan infark miokard akut atau bekennya gagal jantung.

Sebenarnya masih ada lagi sih kayak kerusakan syaraf dan difteri hipertoksik. Tapi bingung mau nih gimana mau menjelaskan, hehehe.

Iya, nggak apa-apa sih... Saya juga bingung mau memahaminya. Bahasanya aneh. Hahaha. Eh, terus-terus katanya difteri itu menular ya?

Iya. Menular banget malah. Kudu waspada pokoknya.

Cara penularannya gimana sih?

Ada beberapa cara penularan, antara lain :

- Kontak langsung dengan penderita. Misal nih kena air liur atau terciprat bersin atau batuk penderita
.
- Menyentuh barang penderita yang kemungkinan terpapar bakteri difteri, terus nggak cuci tangan langsung makan

- Berbagi makanan atau minuman dengan penderita

- Kontak langsung dengan hewan yang sudah terinfeksi. Misalnya sapi.

- Makan/minum susu dan produk olahannya yang belum melalui proses sterilisasi

Terus ada cara mencegahnya nggak nih?

Ada donk. Nih, disimak ya....

1. Cuci tangan.

   Biasakan cuci tangan 6 langkah dengan sabun. Cuci tangan dapat mencegah kita terpapar kuman-kuman dari luar. Siapa tau kan tangan kita terpapar kuman-kuman yang bisa bikin penyakit. Jadi alangkah baiknya kalo mencegah tertular penyakit dengan menjaga kebersihan salah satunya cuci tangan. Nih, kalo belum bisa cuci tangan 6 langkah saya ajarin :

Pertama, taruh sabun di telapak tangan. Habis itu kita nyanyi aja biar gampang. Lagunya terserah deh, tapi kalo ini pake lagu cucak rowo aja ya biar gampang. Hihihi. Oke, mulaiiiii....

Ingin sehat dan selamat cuci tangan

Sabun digosok-gosok ke telapak tangan ya, sampai berbusa dan merata....

Telungkupkan dua tangan bergantian

Gantian ya, kanan sama kiri...

Mengatup 

Sela-sela jari dibersihkan ya...

dan mengunci

Kalo yang ini buku-buku jarinya dibersihkan pakai jempol

Lalu putar ibu jari

Persis gambar, gantian kanan sama kiri

Terakhir gosok-gosok ujung jari

Ini membersihkan kuku lho... Gantian juga kanan sama kiri
Terakhir jangan lupa tangan dikeringkan ya....


2. Imunisasi

   Nah ini yang paling penting. Namanya DPT yang merupakan singkatan dari difteri, pertusis, dan tetanus. Sesuai namanya vaksin DPT mencegah penyakit-penyakit tersebut. Pemberiannya dilakukan sebanyak 5 kali. Yang 3 kali saat masih bayi usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan, usia 18 sampai 24 bulan, dan yang terakhir saat usia 5 tahun. Setelah itu dianjurkan untuk melakukan booster TD atau imunisasi ulangan untuk tetanus dan difteri.

Gitu ya... Kalo udah kena difteri terus gimana donk?

Jadi ketika mbak mencurigai adanya tanda dan gejala difteri, langsung periksa ke tenaga kesehatan terdekat. Jika memang suspect difteri, maka harus segera dibawa ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan yang sesuai. Kan kalo terlambat bisa bahaya. Selain bisa mengancam jiwa juga bisa menular ke orang lain.

Nah, ada yang masih belum paham? Kali ini gantian saya yang tanya.

Mbaknya pun menggeleng. 

Oke, dengan ini sesi tanya jawab berakhir ya.... 

Dan si mbak pun mengangguk-angguk, entah mengerti atau malah bingung. Hahaha.

Yang jelas sesi tanya jawab pun berakhir. Dan semoga sesi tanya jawab antara saya dan mbak itu pun bisa menambah pengetahuan para pembaca. Mungkin juga menambah pengetahuan tetangga-tetangga mbak itu karena dia kan wartawati RT, RW, Dusun, Desa, acara arisan emak-emak, dll. Oke mbak... Terus sebarkan kebaikan ya, jangan gosip mulu yang disebarin... Hihihi....



Terimakasih kepada :

Wikipedia
Posyandu.org
alodokter.com



Rabu, 24 Februari 2016

(Cerpen Ke-2) Gadis Sabtu Malam



Cerpen kedua ini saya tulis dengan harapan terus bisa menambah skill saya menulis. Jelek? Nggak apa-apa, yang penting unjuk gigi dulu. Hihihi #meringis.

Gadis Sabtu Malam, kenapa nggak gadis malam minggu aja? Sorry ya, di kamus jones (baca : jomblo with happiness) adanya sabtu malam. Kalo malam minggu sih, suka hujan soalnya. Lah, apa hubungannya? Nggak ada. Hahaha. Oiya, cerpen ini terinspirasi dari saya sendiri yang suka duduk di tempat itu-itu melulu kalo lagi galau. Dan ceritanya, nih gadis sabtu malam ini bencinya membabi-buta ya. Kasihan, padahal babi aja nggak buta. Oke, silahkan dibaca. Yang nggak kuat silahkan lambaikan tangan, tutup, silahkan main ke postingan lain. Karena cerpen ini nggak menghibur. Hihihi.


Gadis Sabtu Malam

Sabtu, 17 Oktober

“Thanks ya, Jo... Kalo nggak ada kamu nggak tau deh gimana performnya. Kita ditinggal Ibnu libur,  sih...” Kata Melly sambil menepuk bahuku. Aku mengacungkan jempol tanda tak masalah pada  vokalis yang juga temanku sedari masih di sekolah dasar.

“Mel...” Ujarku pelan.

Melly mengangkat kedua alisnya, “Hmm...”

“Ibnu kenapa sih?” Aku penasaran dengan drummer berkacamata yang kugantikan itu.

“Nggak tau. Tiba-tiba aja minta digantiin kalo perform disini. Padahal disini salarynya lumayan lho.  Cuma sabtu malam juga acaranya,”

“Oohh...”

Melly menatapku keheranan. “Kamu kenapa sih, Jo?”

Aku menggeleng. “Mungkin aku salah lihat, Mel...”

“Lihat apa sih?”

“Cewek, Mel...”

Melly tertawa sambil memukul-mukul pundakku. “Yaelah Jo... Kalo manggung beneran sih emang banyak cewek yang nonton kali... Jangan norak gitu donk... Masa pecinta wanita kayak gitu?”


Benar juga apa yang dikatakan Melly. Saat manggung pasti banyak penonton, termasuk cewek-cewek. Yah, paling enggak dengan begini koleksi bisa nambah nih. Dista, Leni, Ajeng... Hmm... siapa lagi ya?

Sabtu, 24 Oktober

“Ada yang mau request lagu lagi?” Melly menyapa para penonton yang berada di kawasan wisata keluarga tempatku dan dia perform dalam satu band. Memang kawasan ini setiap harinya hanya buka sampai pukul 5 sore, dan khusus sabtu buka sampai pukul 09.30 malam.

Berbeda dengan Melly dan kawan-kawannya, hari ini adalah penampilan keduaku disini. Salah seorang kawan Melly, Ibnu, mendadak ingin digantikan tiap ada perform disini. Aku yang masih menganggur pasca lulus sarjana, diajak Melly bergabung menggantikan Ibnu untuk sementara sebagai penggebuk drum sampai mereka benar-benar menemukan pengganti Ibnu.

“Oke, kita nyanyi bareng-bareng ya....” Melly pun menggiring penonton untuk berpartisipasi dalam lagu kali ini. Aku pun unjuk gigi, memamerkan keahlianku menggebuk drum.

“Kyaaaa.... Johan... Johaaaannn...” Rasanya puas sekali ketika cewek-cewek itu meneriaki namaku. Mungkin ada yang bisa diajak hang out.

Lagi-lagi, mataku terpaku di arah jam sebelas. Aku berusaha untuk mengacuhkannya. Banyak cewek yang lebih menarik, kenapa mesti terpaku padanya? Rupanya tidak. kehadirannya cukup menyita perhatianku. Pasalnya, dalam riuhnya acara ini, tidak sedikit pun ada tanda-tanda baginya untuk melebur bersama penonton lain. Terlalu ganjil bagiku.

Sabtu, 31 Oktober

Kali ini aku sengaja datang paling cepat. Aku penasaran dengan sosok itu. Aku ingin melihatnya datang karena aku tidak pernah tahu kapan dia datang, bahkan kapan dia pulang. Ya, sosok perempuan yang sudah dua kali ini aku lihat duduk di arah jam sebelas, menghadap ke timur sedangkan panggung ada di sebelah selatan.

“Jo... Rajin amat lo...” Sapa Bang Hilmi, gitaris. Lelaki berpostur tinggi dan kerempeng dan berambut gondrong yang lebih dulu manggung disini ini memang sangat ramah. Bahkan dia yang mereferensikan aku kepada teman-temannya setelah usulan Melly pastinya.

“Eh, anu Bang.... Lagi kepingin check sound aja.” Jawabku sekenanya. Bang Hilmi tak bertanya lebih jauh lagi. Dia asyik menyetel gitar kesayangannya.

“Eh, kalo gue perhatiin... Elo sama Ibnu hampir-hampir mirip ya?”

“Ah, masa sih Bang?”

“Iya... Bentuk hidung lo, rambut lo, kacamata lo juga mirip deh. Pas bener deh si Melly itu pilih elo  jadi gantinya Ibnu.”

“Ah, Bang Hilmi bisa aja deh...”

Penonton sudah mulai ramai. Tapi tak ku jumpai juga perempuan itu. Sampai akhirnya pada pertengahan pertunjukan, mataku kembali menangkap sosok perempuan itu. Berkulit putih dan rambut hitam, lurus sebahu dan dibiarkannya tergerai. Ada sebuah jepit bunga berwarna putih di rambutnya, yang aku sendiri tak yakin bunga apa itu. Perempuan itu memakai baju lengan panjang putih yang bermotif bunga-bunga, rok panjang warna hitam, serta sepasang flat shoes warna putih. Sayangnya aku tak berhasil menangkap wajahnya. Hanya hidung mancungnya saja yang terlihat olehku.

“Joooooo.... Main Jo,” Bisik Bang Hilmi padaku.

“Eh, oh... Sorry Bang...”

Dan, lagu Ku Katakan Indah milik Peter Pan pun mengalun.

Sabtu, 7 November

“Hah? Cewek? Disini banyak cewek kali, Jo...”

“Cewek arah jam sebelas Mel... Dia selalu duduk di situ kok.”

“Emangnya cewek itu kenapa, Jo? Dista, Leni, Ajeng kamu taruh dimana?”

“Nggak ditaruh dimana-mana kali, Mel.. Tapi tuh cewek aneh bener kok.”

“Aneh gimana? Lebih aneh kamu, Jo... Pacar udah 3 masih aja audisi lagi,”

Hah! Melly memang benar. Kurang apa aku dengan mereka bertiga? Cantik, seksi, smart, fashionable, dan yang pasti mereka nggak tau kalau cintaku terbagi 3, bahkan kadang-kadang bisa terbagi banyak juga.

“Kamu salah lihat kali, di belakangnya kan ada bangku penonton juga. Kalo ada cewek aneh, pasti  semua pada lihat lah,”

“Tapi dia selalu nggak pernah perhatiin panggung, hadap timur melulu...”

“Udah, nggak usah dipikirin... Mungkin lagi galau,”

Melly pun beranjak. “Makan, yuk... Laper nih.”

Aku pun mengekor di belakang Melly. Memang benar juga apa yang Melly bilang. Mestinya pengunjung lain akan memandang aneh kalo perempuan itu memang ganjil. Tapi semua tampak biasa-biasa saja, mungkin aku yang salah melihat.

Sabtu, 14 November

Kali ini mataku tak mungkin salah lagi. Perempuan itu. Dia benar-benar ada di sana. Duduk menyendiri di arah jam sebelas, dan menghadap ke timur.

“Mel.. Melly... Mel...” Yang dipanggil pun menoleh. “Apa?” Tanyanya.

Dengan percaya diri, aku menunjuk ke arah jam sebelas. “Tuh, cewek aneh lagi duduk disitu tuh...”

Melly mengarahkan matanya ke arah yang ku tunjuk. Lalu dia menoleh kembali ke arahku dan tersenyum tipis. Kepalanya mengangguk-angguk. Sepertinya dia sepakat denganku kalo perempuan itu memang ada yang tak beres.

Kali ini aku menang. Apa aku bilang? Gadis itu memang beda. Boleh juga tuh. Sudah kuputuskan, aku akan menghampiri perempuan itu. Setidaknya, aku tahu namanya dan kapan dia beranjak pulang. Dan, ada puluhan pertanyaan lain yang ingin kutanyakan padanya.

“Oke teman-teman semua yang ada disini, terimakasih telah datang kemari menyaksikan pertunjukan  kami... Sampai jumpa lagi minggu depan...” Melly menutup acara.

Sip. Dia masih ada disana. Aku segera beranjak menuju bangku perempuan itu. Tapi, ah... Desakan penonton yang ingin keluar menghalangi pandanganku. Dan, begitu aku tiba di bangku yang tadinya diduduki perempuan itu... Nihil. Dia sudah tidak ada di tempatnya.

Aku malah semakin penasaran dibuatnya. Tak apa, pikirku. Minggu depan aku pasti berhasil. Ya, pasti berhasil. Gadis sabtu malam itu, aku pasti bisa mengenalnya.

“Mencari siapa, Mas Jo?” Seorang pria paruh baya menanyaiku. Pak Mul namanya. Beliau sudah  lama bekerja sebagai keamanan disini.

“Eh, nggak kok Pak Mul... Nggak ada,”

Sabtu, 21 November

Pokoknya hari ini harus berhasil. Setidaknya aku tau nama perempuan itu. Demi memuluskan langkahku, kali ini aku mencoba melobi Bang Hilmi.

“Gimana, Bang? Pliss deh... Pokoknya kali ini, minimal tau nama tuh cewek deh...”

Bang Hilmi mangut-mangut. Entah apa yang merasukiku, bagaimanapun juga aku terlalu dibuat penasaran oleh gadis sabtu malam itu.

“Jadi demi cewek?” Tanya Bang Hilmi memperjelas suasana. Diambilnya sebatang rokok dari saku  kemejanya.

Aku mengangguk semangat.

“Entar aku kenalin cewek deh, Bang...”

Bang Hilmi berpikir sejenak. “Lah, terus... Bini gue?” Kali ini dinyalakannya korek api, dan disulutkan ke sebatang rokok yang kini sudah menempel di bibir hitamnya.

“Bang Hilmi udah punya istri?”

“Anak gue udah satu biji tuh...”

Ternyata dibalik penampilannya yang sangar, diam-diam Bang Hilmi laki-laki yang setia pada istri. “Jadi gimana Bang? Bisa bantuin nggak nih?”

Laki-laki kurus itu menaikkan alisnya, menghisap batang tembakau di bibirnya, dan menghembuskan asapnya. Aku pun tertawa menang.

Berkat bantuan Bang Hilmi, aku berhasil bolos satu lagu. Aku pun bergegas menuju ke arah perempuan yang sedari tadi menghadap timur itu. Perempuan yang, hei... Kenapa aku baru menyadari kalau pakaian yang dikenakannya dari sabtu malam pertama hingga seterusnya sama? Bukan Johan namanya kalau mundur sekarang.

“Hei... cewek...” Aku mencoba menyapanya. Perempuan itu tak bergeming. Satu kata pun tak keluar dari bibir indahnya yang merah ranum. Tunggu, bukan merah. Tapi pucat. Pucat?

“Haloo, si cewek sabtu malam,” Aku masih tetap beraksi. Bukan Johan namanya kalau tak mampu memikat hati para cewek-cewek.

“Boleh duduk, ya...” Kataku sambil meraih kursi di depannya dan bersiap duduk. Akhirnya, aku bisa melihat wajahnya. Eh, tapi?

“Bruuukkkk !!!” Hal yang terakhir kudengar adalah jeritan penonton di dekatku.

***

“Jo... Jo... Bangun, Jo...!” Itu sudah jelas suara Melly. Bangun? Oh iya, kepalaku masih pusing.

“Tadi dia bilang mau nyamperin cewek yang duduk di sebelah sana tuh...” Kali ini suara Bang Hilmi.

“Nih anak matanya udah katarak kali... Perasaan nggak ada siapa-siapa deh di sana,” Kali ini suara Melly lagi.

“Cewek? Kayaknya si Ibnu pernah tanya gitu juga ke gue, Mel...” Akhirnya Bang Nunu, sang keyboardist pun ikut bersuara.

“Nih anak dari kemarin ngotot ke aku kalo di situ ada cewek duduk sendirian, Bang... Padahal  kayaknya nggak ada sih... Cewek kan banyak disini, jadi aku iya-in aja, deh,” Melly bersuara lagi.

“Lho? Aku kenapa ya?” tanyaku pada mereka. Rasanya kepalaku berat, dan mataku berkunang-kunang.

“Jo... Ya ampuunn... Kamu sakit?”

“Enggak, kok Mel... Aku baik-baik aja. Acaranya udah selesai nih?” Semuanya mengangguk.

Cewek itu? Dimana dia? Kuarahkan mataku ke tempat duduknya tadi. Tidak ada. Bukankah aku tadi berhasil duduk di depannya? Di depannya. Tak salah lagi. Lalu kenapa tiba-tiba? Setelahnya aku tak ingat apa-apa dan tiba-tiba aku sudah begini.

Sabtu, 28 November

Aku sengaja datang paling awal lagi. Kali ini aku memang ingin menangkap lagi perempuan itu. Siapa dia? Kenapa ada disini setiap Sabtu malam? Dan kenapa aku pingsan dibuatnya? Semakin banyaklah pertanyaan yang menumpuk di kepalaku.

“Mas Jo...” Sapa seorang pria paruh baya. Pak Mul, rupanya.

“Kok jam segini sudah datang? Mau checksound?” Tanya beliau ramah.

Aku menggeleng. “Bukan, Pak... Sebenarnya, saya pengen ketemu cewek.”

“Ahhh... Pacarnya Mas Jo?”

Aku menggeleng lagi. “Pengunjung sini Pak Mul... Pasti bapak tau, deh...”

Pak Mul meninggikan alisnya. “Yang mana, Mas?”

“Sebelah situ.” Jawabku sambil mengarahkan telunjukku ke arah tempat yang biasanya diduduki perempuan berjepit bunga itu.

Pak Mul mengangguk-angguk. Sejurus kemudian, menatap aneh padaku. “Mas Jo yakin melihat perempuan disitu?”

Aku mengangguk mantap. “Ya. Pakai baju putih lengan panjang motif bunga, rok hitam, sepatu putih, sama jepit bunga.”

Pak Mul menarik napas. Kemudian memalingkan wajahnya ke arah jam sebelas, bangku yang biasa diduduki oleh gadis sabtu malam yang misterius.

“Namanya Kirana, Mas. Gadis itu memang pendiam, tapi baik dan ramah. Dulunya dia penonton setia acara sabtu malam disini.” Terang Pak Mul.

“Ohhh...” Aku mengangguk-angguk saja. Akhirnya tau juga nama perempuan misterius itu. “Kirana  ya. Bagus ya namanya.”

Pak Mul tersenyum, sekaligus menatapku aneh. Aneh? Tunggu dulu. Dulunya?

“Kok dulunya sih, Pak Mul? Memangnya sekarang enggak? Kayaknya tiap sabtu malam pasti ada  disitu tuh,”

“Kirana memang senang duduk disitu, Mas... Alasannya biar bisa lihat drummernya dengan jelas.”

Jadi itu maksudnya. Pantas saja posisinya begitu terlihat jelas olehku.

“Pacarnya Kirana drummer yang sering main disitu.”

“Ibnu?”

“Bukan, Mas Jo... Namanya Panji. Band mas Panji dulu pengisi tetap acara ini sebelum mbak Melly  dan teman-temannya.”

“Panji? Panji dari band Pooh Bears itu?”

Pak Mul mengangguk.

Gila! Kirana yang pendiam itu pacarnya Panji. Walaupun aku tidak kenal Panji Pooh Bears, tapi reputasinya menggema kemana-mana. Panji amat populer di kalangan wanita-wanita. Entah sudah berapa banyak wanita yang “digagahi” oleh Panji. Ah, kasian betul Kirana.

“Eh, tapi kan Panji udah almarhum Pak Mul... Jadi Kirana disini ngapain? Mengenang Panji?  Mencari pengganti Panji?”

“Sepertinya bukan.”

Aku semakin keheranan. “Maksud Pak Mul?”

“Mas Ibnu juga sepertinya melihat Kirana. Beda dengan Mas Jo yang langsung menyadari adanya Kirana, Mas Ibnu menyadari ada Kirana baru-baru ini. Tepatnya sebelum digantikan sama Mas Jo.”

“Jadi, Kirana mau ngecengin drummer-drummer disini?” Ah, susah sekali menerka maksud Kirana.

Pak Mul menarik napas panjang. “Mungkin Kirana suka sama kalian, Mas...”

“Lalu Pak Mul, sekarang Kirana itu dimana?”

Pak Mul menjawab pendek saja. “Sudah almarhum.” Kemudian kembali beliau meneruskan rutinitasnya.

Jantungku berdesir kencang. Tanpa dikomando, mataku sudah menyapu bangku penonton dan melihat bangku Kirana itu. Bulu kudukku berdiri. Sesosok perempuan berbaju putih lengan panjang bermotif bunga, rok hitam, sepatu putih, dan jepit bunga itu sudah duduk disana dan menatapku.. Akhirnya kami bertatapan untuk pertama kalinya. Bukan seperti yang dikatakan Pak Mul. Sorot mata Kirana itu bukan suka, apalagi cinta. Sorot mata itu adalah amarah dan kebencian.

Mendadak aku teringat sesuatu. Benang merah yang menghubungkan Panji, Ibnu, dan aku. Kami bertiga sama-sama pemain drum,  berkacamata, dan... sama-sama penggila wanita. Tiba-tiba aku teringat headline koran yang mengabarkan kematian Panji. “Seorang pemain band tewas digorok lehernya oleh sang pacar. Motifnya diduga kuat cemburu buta. Sang pacar yang ditemukan dengan leher bersimbah darah kini sedang dalam kondisi kritis.”

Dan, Kirana pun masih duduk diam disitu, menatapku tajam seolah bersiap menumpahkan segala amarah yang dipendamnya. Kirana, si gadis sabtu malam.



#tamat

Senin, 22 Februari 2016

Cerpen Pertama (By Request) #Part 1

Tema cerpen yang di request -_-

Cerpen pertama ini adalah request dari orang yang kepo banget sama kisah asmara saya. Karena saya ini baik hati dan nggak sombong, jadi saya terima requestnya. Alih-alih bikin cerpen yang bagus, cerpen yang saya bikin masih ngasal, acak-adut, dan segudang borok-borok lainnya deh. Maklum, lagi baper, jadi cerpennya rada gimana gitu. Hehehe.

Oiya, tapiii.... Cerpen ini bukan curhat loh ya. Bukan juga kisah nyata. Pokoknya kisah ini hanya fiktif belaka. Kalo ada yang merasa karakternya mirip sama karakter cerpen saya, itu adalah kesengajaan. Hahahaha. Soalnya saya bingung bikin karakter. Hikss.... Dan, yang pasti... Cerpen ini nggak mneghibur. Silahkan lambaikan tangan, dan pilih postingan lainnya. Okee, siipp !!!


Sejauh Matahari (Part 1)

“Ibuk nggak mau tau. Pokoknya pulang!! Ibu sudah ketemu yang cocok buat kamu,” Wanita di        seberang telepon itu terdengar kesal karena gadis itu selalu menolak permintaannya.

“Lita nggak libur, Buk...” Lalita, gadis itu, nampak mencari-cari alasan. Kembali menolak  permintaan wanita yang telah mengandungnya selama 9 bulan itu.

“Ya sudah terserah kamu. Pokoknya kali ini kalo nggak pulang, sudah nggak usah pulang aja sekalian  !” Suara wanita itu sudah tidak terdengar lagi berganti dengan nada “tut” tanda panggilan telah di akhiri. Lalita terdiam, kemudian membalikkan badan hendak masuk ke dalam, mengambil tasnya lalu pulang.

“Berantem lagi?” Wira, seniornya yang masih belum pulang itu seperti bisa menebak ekspresi Lalita.  Dan seperti biasa, Lalita hanya akan menjawab dengan diam, dan menyunggingkan senyum yang  dipaksakan.

“Pulang sana!! Kamu terlalu lama disini,” Lagi-lagi, Wira seolah bisa menebak isi hati Lalita. “Mau sampai kapan kamu jadi tenaga sukarelawan di sini?”

Lalita menggeleng. Menjawab dua pertanyaan pemuda itu sekaligus. Yang pertama dia menolak pulang, dan yang kedua dia pun tidak tahu sampai kapan akan tetap berada di tempat itu.

“Lalita itu artinya ceria. Ibu kamu ingin putrinya yang manis ini jadi gadis yang ceria, bukan  perenung dan pendiam kayak gini,”

Lalita mengangguk. Tiga tahun lalu, ada yang mengatakan hal yang persis seperti yang dikatakan Wira. Sama dengan Wira, dia juga adalah seorang pemuda. Pemuda yang pernah menyelamatkannya dari jurang kesepian, dan pada pemuda itulah Lalita lalu menitipkan separuh jiwanya.

“Nah, kamu diam lagi.” Suara khas Wira membuyarkan lamunan Lalita.

“Eh, maaf Mas Wira... Sudah sore, aku mau pulang dulu...” Lalita berusaha menghindar sebelum  seniornya di puskesmas itu membaca pikirannya lebih jauh lagi.

“Besok kamu nggak usah masuk. Aku yang bertanggung jawab. Lagipula kamu disini nggak dibayar, kamu juga belum pernah ambil cuti.” Wira pun turut mengemasi barang-barangnya, dan berniat pulang juga.

Ya, sejak kedatangannya di tempat ini dua tahun lalu, Lalita belum pernah mengambil cuti. Bahkan saat lebaran, Lalita dengan senang hati menggantikan para pegawai yang libur mudik. Gadis itu tak keberatan sama sekali. Justru dengan cara itulah dia bisa melupakan separuh jiwanya yang kini entah dimiliki oleh siapa itu.

“Sana, pulang... Lebaran kemarin kamu juga menggantikan Bu Lis yang lagi mudik.”

“Tapi 4 hari lagi kan jadwalnya pusling sama Mas Wira,” Lalita masih juga teguh pada pendiriannya,   tidak ingin pulang kampung.

“Kita sudah pusling puluhan kali. Bosan. Pusling sama anak praktek, saja deh. Siapa itu namanya?”

“Mita?”

“Betul... Sama Mita saja deh, lebih cakep pula, hehehe...” Wira memamerkan deretan gigi putihnya  dan menatap mata Lalita penuh isyarat.


Lalita tersenyum, dia tahu betul pemuda itu hanya berusaha meyakinkan agar dia pulang. Wira memang selalu mengerti dirinya. Hanya Wira yang tidak pernah protes saat Lalita hanya tersenyum dan mengangguk waktu diajak bicara. Pegawai yang lain selalu menanyainya panjang lebar, termasuk siapa pacarnya dan kapan menikah. Hanya Wira yang tidak melakukannya. Setidaknya itu yang dipikirkan gadis pendiam itu tentang laki-laki di hadapannya. Karena itulah Lalita selalu nyaman melakukan pusling bersama Wira. Kenyamanan yang sama seperti yang dia dapatkan saat bersama laki-laki yang paling dikasihinya. Tidak. Gadis itu menyangkal apa yang dirasakannya sendiri. Hanya ada satu laki-laki. Ya, hanya satu.

***

Rumah bercat merah muda itu masih sama seperti dulu. Pintu tertutup dan tampak sepi. Memang rumah itu kini hanya dihuni Ibu dan ayah Lalita. Kedua kakak Lalita sudah menikah dan memiliki rumah sendiri. Adiknya pun kabarnya sudah setahun belakangan tidak pulang karena mendapat beasiswa studi di Jerman. Praktis, rumah menjadi sepi ditambah tanpa kehadiran Lalita yang terkesan minggat itu.

“Namanya, Hangga. Seorang penerbang. Ibuk ngerti, dia baik dan cocok buat kamu.” Wanita yang  tahun ini genap berusia setengah abad lebih sewindu itu menyodorkan foto pria gagah dengan    seragam khas angkatan udara itu.

“Lalita pulang bukan karena setuju, Buk...” Lalita masih gigih menolak permintaan ibunya.

“Lalita.... Dimas akan menikah sebentar lagi. Dia nggak akan kembali pada kamu. Berhentilah  menunggu.”

 “Ibuk ngerti darimana? Ibuk bertemu Dimas?”

“Dua minggu lalu Dimas kesini. Dia ingin kamu hadir di resepsinya nanti. Bagaimanapun dia nggak  ingin kamu memaafkan dia.”

Mata Lalita mengembun. Dia tak menyangka akan seperih ini. Sesuai namanya, Dimas, yang berarti yang terkasih. Pemuda itu tempatnya menitipkan separuh jiwanya tiga tahun yang lalu. Laki-laki yang paling dikasihinya di dunia ini, tentu setelah ayahnya, akan menikah dengan perempuan yang bukan dirinya dan meninggalkannya. Pikirannya tidak bisa membayangkan lebih jauh dari itu.

Lalu, bagaimana dia bisa memaafkan laki-laki yang sudah seenaknya datang dan pergi itu? Bagaimana dia bisa memaafkan laki-laki yang bahkan tak memberikannya kesempatan untuk bicara dan bertemu sebelum menghilang? Bagaimana caranya akan memaafkan Dimas yang bahkan tak mengatakan putus atau menyuruhnya menanti itu dan kini muncul akan menikah dengan perempuan yang bukan dirinya? Bagaimana? Lalita hanyut dalam emosinya.

“Ini undangannya, dan nomor telepon Dimas. Kalo kamu bisa hadir, dia meminta kamu buat  meneleponnya...”

“Buk....” Ujar Lalita lirih. “Lalita ingin minta tolong sesuatu sama Ibuk...”

Sejenak wanita itu bingung, menerka-nerka apa yang sedang Lalita pikirkan. Tapi kemudian senyum pun menyungging di bibirnya.

“Boleh, tapi Lalita harus janji ya...”

***

“Kenapa bukan aku yang menjadi perempuan beruntung itu?” Tanya Lalita pada pemuda berkacamata yang sedang memberi makan burung-burung dara di sebuah taman, tempat semua kenangan indah mereka terukir di masa lalu.

Tak ada jawaban. Hanya terdengar kepak sayap burung dara yang terbang kesana kemari.

“Sejak awal aku selalu bilang padamu, kalau aku....”

“Ya, kamu tidak ingin jatuh cinta lagi. Kamu sudah muak dengan makhluk yang menurutmu jahat  itu.” Pemuda itu menyahut kalimat yang ingin diucapkan Lalita.

“Lalu kenapa kamu datang dengan membawa sejuta harapan?” Lalita berusaha menahan agar butiran  embun di matanya itu tidak jatuh.

“Ya, aku bersalah,”

“Lalu apa alasanmu, datang tanpa permisi ke hidupku. Menawarkan kenyamanan yang tidak pernah  kudapatkan dari pria manapun, dan membawa sejuta asa yang lalu ikut menguap bersama          kepergianmu?”

Lagi-lagi tak ada jawaban. Lalita masih sekuat tenaga menahan air matanya. Tapi mendung sudah terlanjur bergelayut di wajahnya.


#bersambung dulu ya. Hihihi....



NB : Membuat cerpen yang dipost di blog itu bikin saya nggak pede. Tapi, berhubung udah capek-capek bikinnya, nggak karuan pun tetap saya post. Katanya harus pede, ya nggak sih? Hahaha....


Minggu, 21 Februari 2016

Weekend Galau, Kampung Coklat Edition



Beberapa hari ini saya merasa kurang semangat. Mengurung diri terus sambil kencan sama pacar (baca : laptop) di kamar. Rasanya hidup tak lagi berwarna. Ya, tanpa cinta, tanpa pekerjaan. Semuanya  hitam dan putih. Tapi bukan berarti saya lagi buta warna sih.

Tiba-tiba seorang sohib saya mengirim pesan via blackberry messenger. Ya, dia tau persis apa yang sedang saya rasakan walaupun rasanya saya nggak cerita sih. Hihihi. Akhirnya disepakatilah bahwa kita akan nonton live concert di Kampung Coklat andalan kita. Selain murah dan bisa nongkrong sampe bosan, ada drummer di konser kecil itu yang merupakan favorit saya. Hehehe. Cuci mata sekalian refreshing pikiran.

Sebuah lagu berjudul Terlatih Patah Hati mengalun. Kami pun terbawa suasana hingga saling curhat satu sama lain. Bahkan air mata saya nyaris meleleh mendengar fakta yang belum pernah saya dengar dari sohib saya itu selama ini. Berbeda dengan saya, dia malah tegar banget. Apalagi sih kalo bukan masalah cinta? Cinta memang, deritanya tiada pernah berakhir ya. Hahaha.

Tak lama, seorang pengunjung request sebuah lagu. Just Give Me a Reason dari Pink. Kita kenal betul karena sering duet bareng di kosan menyanyikan lagu itu. Hahaha. Ya, lagu itu yang sekarang ingin saya teriakkan tepat ke telinga “orang itu”. Yang datang sesuka hati, mengacak-acak pertahanan perasaan saya yang susah payah saya bangun sejak 3 tahun yang lalu. Orang yang setelahnya pergi pula sesuka hatinya. Persis jelangkung aja. Ingin sekali saya teriakkan bahwa kita bisa “learn to love again”.

Sohib saya sendiri malah sebenarnya lebih terpuruk, tapi dia lebih cepat bangkit. Caranya? Ikhlas melepaskan. Menurutnya perasaan itu mungkin bisa dipaksakan. Seperti saya yang memaksakan perasaan saya untuk terus bertahan. Tapi, tidak akan pernah ada yang bisa melawan takdir yang ditetapkan Tuhan. “Sekeras apapun kamu memaksa perasaan kamu, kamu nggak akan bersamanya kalo dia bukan takdir kamu.” Begitu kata sohib saya itu. Dan dia pun melanjutkan, “Lepaskan. Kalo memang dia buat kamu, sejauh apapun kalian pada akhirnya akan bersatu. Kalo enggak bersama, berarti ada orang yang lebih cocok buat kamu. Baik bagimu, belum tentu baik menurut-Nya.”

Akhirnya saya putuskan, saya nggak jadi meneriakkan lagu Pink tadi ke telinga orang itu. Lelah rasanya memaksakan diri untuk bertahan. Kalo dulu saya bisa tulus mencintainya, maka sekarang saya juga harus bisa tulus melepaskannya.

Btw, mas drummer berkacamata itu memang keren sekali #salah fokus. Nggak Cuma jago menggebuk drum, suaranya juga bolehlah. Eh, jenggotnya? Udah bersih. Senang sekali saya bisa menontonnya hari itu kembali menabuh drum di Kampung Coklat. Mas, namanya siapa sih? Hahaha.


Narsis di Kampung Coklat, Blitar.... :-)


NB : Seperti yang saya bilang sebelumnya, jomblo itu memang is the best. Jangan khawatir ngenes karena kita bisa memilih untuk menjadi jomblo yang hidup with happiness. Hidup jomblooooo... !!!




Sabtu, 20 Februari 2016

Ketika si Kecil Diare



Si kecil memang rentan terkena diare. Diare sendiri merupakan kondisi dimana buang air besar si kecil cair, tidak normal, dan frekuensinya lebih sering dari biasanya.

Diare bagi si kecil adalah hal yang cukup mengkhawatirkan. Karena kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang cukup banyak dan mendadak, komplikasi yang ditimbulkan juga berbagai macam. Yang paling sering adalah dehidrasi, baik ringan, sedang, maupun berat.

Bunda, ayah, nenek, kakek, siapa aja deh, tau nggak diare pada si kecil itu disebabkan oleh apa?

- Ada yang disebabkan oleh bakteri, infeksi virus, adanya parasit, dan jamur.

- Karena malabsorbsi. Bisa malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan protein. Simpelnya mereka nggak
  bisa menyerap zat-zat tertentu tadi.

- Karena makanan. Bisa karena beracun, basi, alergi. Kalo sekiranya makanan udah bekas kemarin,
  baunya nggak enak, banyak lalat, dan sebagainya, jangan dikasih ke si kecil ya. Selain karena jorok
  juga bisa bikin diare. Oke, emak, eh Bunda?

- Faktor psikologi. Walaupun jarang, tapi ditemukan juga kasus diare pada si kecil yang disebabkan
  oleh rasa takut dan cemas yang berlebihan lho. Jadi, si kecil jangan diintimidasi yak...

Apa sih gejala diare yang gampang dikenali?

Pada umumnya si kecil jadi lebih cengeng, nafsu makan juga menurun. Kemudian BAB si kecil juga lebih cair dari biasanya. Kadang disertai muntah juga, bisa sebelum atau sesudah diare. Karena banyak kehilangan cairan, suhu tubuh meningkat. Badan si kecil jadi panas.

Tahap yang agak parah biasanya BAB si kecil cair dan frekuensinya lebih sering (bisa lebih dari 4 kali), bisa bercampur darah. Si kecil muntah berulang-ulang, nafsu makan dan minum menurun drastis, dan demam. Si kecil terlihat kehausan karena dehidrasi. Nah, kalo sudah dalam kondisi ini dan nggak juga membaik, bunda dan keluarga harus membawa si kecil ke fasilitas kesehatan ya.

Aduh, si kecil kena diare.... Harus gimana nih?

1. Keep calm

    Bunda nggak boleh panik duluan. Kalo panik, manusia cenderung nggak bisa berpikir jernih. Karena itu harus tetap tenang agar bisa melakukan langkah selanjutnya.

2. Oralit

Penampakan oralit nih...

   Oralit ini sebenarnya nggak menyembuhkan diare lho. Jadi fungsi sebenarnya oralit ini adalah untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang karena diare. Berikan larutan oralit pada si kecil. Cara bikinnya gimana ya? Biasanya di Puskesmas terdekat tersedia bubuk oralit yang udah jadi, tinggal dicampur dengan air hangat, siap minum. Tapi kalo misalnya nggak ada, bisa juga dibuat dari larutan gula dan garam. Nih, resepnya :

Gula 1 sendok teh
Garam dapur 1/4 sendok teh
Air matang yang hangat 200 cc atau 1 gelas

Campur semua bahan tadi, dan... trulalaaa.... Siap diminumkan.

3. Beri Makan si Kecil

   Tujuannya agar si kecil nggak kekurangan gizi. Kalo si kecil masih minum ASI, tetap berikan ASI. Kalo si kecil udah bisa makan makanan padat, berikan makanan padat. Sebisa mungkin perut harus terisi. Kasihan kalo si kecil sampai kelaparan. 

4. Bawa ke Fasilitas Kesehatan Terdekat

    Kalo kondisi si kecil nggak kunjung membaik, atau malah lebih parah, segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diberikan pengobatan lebih lanjut. Jangan sampai telat lho, Bunda...

Bunda, ayah, nenek, kakek, siapa aja.... Jangan anggap enteng diare. Terutama pada si kecil. Jadi tingkatkan kewaspadaan ketika si kecil terkena diare. Jangan lupa jaga pola hidup bersih dan sehat agar terhindar dari diare. Oke, Bunda? Siipp !!!


Sumber :

Kapita Selekta Kedokteran
wartamedika.com/cara-membuat-oralit

Gambar diambil dari Google

Jumat, 19 Februari 2016

Cinta, Deritanya Tiada Pernah Berakhir


Pagi-pagi yang ngantuk karena semalaman suntuk begadang nungguin pengumuman Nusantara Sehat Batch 3 yang ternyata belum nongol juga pemirsa. Mata saya pun tertuju pada pacar (baca: laptop) yang rupanya masih terjaga dari semalam. Melihatnya masih "melek" iseng-iseng saja saya buka akun facebook saya dan coba berpetualang sebentar. Tiba-tiba mata saya berhenti pada sebuah gambar bertuliskan quote yang yang dishare oleh salah satu akun dan kurang lebih berisi begini :

Jangan sekali-kali menyakiti hati penulis
atau, kamu akan abadi selamanya
dalam tulisannya

Tulisan "romantis" bernada ancaman itu membuat saya tergelitik membuat postingan ini. Dalam hati saya, eh bener juga tuh. Rasain buat kamu yang udah nyakitin hati saya, saya tulis nih kamu. Kamu jahat sih, hahaha. Tanpa menyebut merek pastinya.

Jadi kenapa orang jahat kek gitu harus ditulis? Mustinya orang kek gitu sih lipat aja, terus buang ke tong sampah. Eh, sayang donk. Terlalu sayang tong sampahnya. Hihihi, bercanda kok. Jadi sebelum saya lipat terus saya buang ke tong sampah, saya tulis aja dulu alasan kenapa umat kek gitu musti diabadikan dalam sebuah tulisan.

Biar doi baca



Siapa tau tiba-tiba doi kesasar ke blog coretan saya ini. Kali aja doi baca, diresapi, terus direnungkan di bilik merenung. Kali aja tobat. Kalo doi nggak baca? Ya biarin. Setidaknya doi udah abadi, dalam tulisan saya. Hihihi.

Mungkin aja doi merasa

Habis doi nyasar kesini, baca, merenung, siapa tau doi merasa kalo subyek dalam tulisan ini tuh dirinya. Oke, peluangnya kecil memang. Apalagi kalo doi tipe orang yang, suka-suka lah kamu mau bilang apa, gue begini adanya. Emang ada ya umat kek gitu? Yang lebih parah ada.


Kebakaran jenggot



Baguslah, saya kepingin banget tuh bakar jenggotnya. Hahaha. Jadi mungkin aja habis doi nyasar, baca, merenung, merasa kalo doi menyakiti hati penulis, terus doi kebakaran jenggot. Bukan kebakaran pakai api lho ya, walaupun sebenarnya memang kepingin saya bakar pakai api beneran. Hikkss.... Setidaknya doi begini nih, wah... gue masuk tulisannya si anu. Wah, gue jadi terkenal. Wah, gue difitnah jahat sama si anu. Dasar si anu lebay, galau dibawa-bawa sampai ke blog nih. Kali aja doi begitu kan? Hihihi.

Minta maaf

Kalo kesandung batu kek gini, sakitnya gimana ya? :-(
Ini opsi yang paling impossible deh keknya. Iyalah impossible wong doi aja nggak merasa dirinya salah. Kok ada ya umat kek gitu? Kan udah saya bilang, yang lebih parah ada. Ibaratnya sih doi itu batu. Lagi enak-enak jalan terus kesandung batu, terus sakitnya tuh di kaki, emang ada batu yang mau minta maaf karena nyakitin kaki kamu? Hellooww, impossible kan. Yang salah itu kamu, udah tau batu masih aja disandung. Hihhh !!! #ngomong di depan kaca.

"Dari dulu begitulah cinta, deritanya tiada pernah berakhir." Saya kutip dari quote-nya Panglima Tian Feng, alias Ti Pat Kay. Eh, tapi ngomongnya nggak pakai kostum Pat Kay lho ya. Cinta memang begitu kan, sekali kamu berani menjatuhkan diri padanya maka kamu harus siap menanggung rasa sakit.



Ngomong-ngomong, jadi dilipat terus dibuang ke tong sampah nggak ya si doi? Jangan deh. Doi bukan sampah organik-anorganik yang kenangannya selalu dalam ingatan, tidak bisa terurai, tidak bisa membusuk, dan selalu ada dalam sejarah. Bukan. Doi adalah orang asing yang bersamanya saya pernah berbagi cinta dan berbagi kebahagiaan. Semoga aja doi baca dan habis baca ini doi ngeping saya #ngarep. Hihihi.




Gambar diambil dari Google

Kamis, 18 Februari 2016

Nggak Pede Sama Tulisanmu? Sini Masuk, Saya Juga Sama Nih....



Walaupun menulis itu udah jadi hobi saya sejak kecil (setelah makan dan tidur tentunya), tak bisa dipungkiri kalo saya masih suka minder sama tulisan saya sendiri. Begitu mindernya, bahkan saya diam-diam bikin blog ini, nulisnya pun diam-diam (yaiyalah, masa mau sambil teriak-teriak, hellooow...).

Tapi semua berubah setelah negara api menyerang secara kebetulan ada seseorang dengan akun Facebook bernama Bang Syaiha, posting tulisan blognya di grup Komunitas Bisa Menulis yang sejak lama saya menjadi silent rider di dalamnya. Isi postingannya kurang lebih adalah, minder sama tulisanmu? Coba One Day One Post.

Eittss.... Saya banget ini. Langsung deh saya meluncur ke blog beliau, membaca dengan nikmat apa yang ditulis beliau, dan akhirnya saya merenung sendiri. Maklum, jones (baca : jomblo with happiness) jadi nggak ada pacar buat diajak merenung bersama. Dan dari hasil merenung saya yang lama di bilik merenung, akhirnya saya memutuskan akan mencoba saran beliau untuk one day one post, salah satunya lewat postingan ini.

Dalam blog beliau, Bang Syaiha membeberkan kiat agar kita nggak minder sama tulisan sendiri dan gimana biar keterampilan menulis semakin meningkat. Gimana caranya? Ini saya kasih tau, tapi versi pemahaman saya lho.

Tulisan kita itu ibarat anak


Begitu kata Bang Syaiha cara mengatasi minder kita sama tulisan sendiri. Iya, jadi tulisan kita itu anak kita, dan kita adalah orangtuanya. Bukankah orangtua menyayangi anaknya tanpa syarat? Betul. Sejelek apapun anaknya, orangtua nggak akan malu mengatakan kalo itu adalah anaknya bukan? Karena itu, sejelek apapun tulisan kita, kita musti bangga. Belum tentu orang lain bisa menulis seperti yang kita tulis. Betul?

Jangan ragu buat posting tulisan kita


Jelek? Nggak masalah. Keep posting aja teman-teman. Biarpun dibaca masih amburadul, nggak karu-karuan, nggak masalah kok. Dari situ kita akan semakin terlatih untuk menulis yang baik dan menarik. Saya merasakan banget sih. Takut ketika postingan kita dibaca banyak orang, kemudian diketawain, dicibir, atau diapain lah. Menurut Bang Syaiha, justru itu bisa menjadi koreksi terhadap tulisan kita. Kalo ada saran baik, diterima dan jadikan masukan. Terus kalo orang nggak suka sama postingan di blog kita gimana? Terserah lah. Blog saya, suka-suka saya donk mau nulis apa. Hihihi. Betul nggak?

Banyak membaca dan menulis


Nggak diragukan lagi, seorang penulis harus banyak-banyak membaca lho. Menurut saya, banyak membaca itu segudang manfaatnya. Ayat Al-Quran yang turun pertama aja berbunyi, Iqra' yang artinya bacalah. Dengan membaca wawasan kita bakal bertambah lho, kosakata juga diksi yang bisa kita pilih dalam menulis juga akan semakin bervariasi. Setelah itu rajin-rajinlah menulis (lebih tepatnya mengetik sih, hehehe) biar skill menulis meningkat. Saya juga lho, lama nggak menulis jadi kaku banget. Bikin bercandaan garing, nulis semrawut, paling parah bikin cerita selalu nggak ada endingnya. Hehehe.

One Day One Post

Ini nih yang super. Kalo bisa, satu hari satu postingan. Tujuannya sih biar makin terampil menulis. Kenapa kok setiap hari? Menurut saya sih progressnya mudah dilihat kalo tiap hari. Bandingkan deh, pisau yang tiap hari diasah sama yang diasahnya jarang-jarang tajam yang mana hayo... Menurut saya begitu sih. Hihihi.

Jangan bandingkan tulisan kamu sama tulisan orang lain


Kalo yang ini tambahan yang ada di kolom komentar blognya Bang Syaiha. Menurut saya betul banget lho ini. Semakin kita membandingkan tulisan kita sama tulisan orang lain, maka semakin minder lah kita. Karena, rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Hihihi. Misalnya, tulisan saya yang amburadul ini saya bandingkan sama tulisan Tere Liye? What? Level kecantikannya bagaikan saya sama Raisa. Sebelas duabelas, eh jaauuhh maksudnya. Selain itu, setiap orang pasti punya ciri khas tulisannya masing-masing. Itulah yang membuat dunia menulis itu berwarna. Betul nggak nih?

Jadi nggak ada yang instan di dunia ini. Mie instan aja perlu direbus 3 menit biar matang. Lho, lho? Nggak nyambung. Biarin. Intinya semua butuh proses. Untuk menghasilkan tulisan yang bagus dan menarik, butuh latihan yang banyak. Kesalahan itu wajar. Setiap orang pasti pernah bikin suatu kesalahan. Saya juga sering bikin banyak kesalahan sehingga harus mengulang ujian. Hikss.... #curhat

Nah, kira-kira begitulah yang saya pahami setelah membaca postingan Bang Syaiha dan merenung sekian lama. Teruntuk Bang Syaiha, siapapun anda, dimanapun anda berada, saya mengucapkan terimakasih banyak atas motivasinya. Semoga selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT dan teruslah menulis untuk keabadian. Oke, sipp !!!




Sumber :

Blognya Bang Syaiha, ditulis ulang dengan perubahan seperlunya dan pemahaman penulis. Kalo ada salah, mohon maaf ya :-)

Gambar dari Google

Selasa, 16 Februari 2016

Favorit Saya Nih, Hanzawa Naoki (2013)

Castnya om-om sama kakek-kakek :'(
Hanzawa Naoki ini merupakan serial drama jepang sebanyak 10 episode yang tayang bulan Juli 2013. Saya sendiri baru nonton tahun 2015 dan bikin reviewnya baru 2016. Basi banget ya. Apa boleh buat, jajaran castnya berisi om-om sama kakek-kakek sih, jadi mata saya kurang semangat.

Tapi ternyata mata saya salah lho. Terbukti 10 episode saya lahap hanya dalam waktu 2 hari saja. Cerita dan intrik yang disajikan sungguh membuat saya penasaran pemirsa. Jajaran cast yang udah om-om tadi mampu membawakan perannya dengan amat baik. Atmosfer tegang sama emosinya mengena di hati saya lho. Terbukti saya kepingin nampol Direktur Eksekutif Owada. Hiihh!!

Ceritanya sendiri seputar dunia perbankan, konspirasi, dan tentunya kejujuran dan semangat pantang menyerah sang tokoh utama. Saya sendiri memang suka sekali nonton film yang berbau konspirasi, karena biasanya sih endingnya bikin gemes. 

Nah saya bahas garis besar ceritanya aja ya, sinopsis lengkapnya silahkan browsing sendiri atau nonton langsung dramanya. Tokoh utamanya adalah Hanzawa Naoki, seorang bankir dengan jabatan sebagai Kabag Perkreditan kalo nggak salah. Oleh atasannya di Bank Osaka Nishi, Asano Tadasu, doi diminta bertanggung jawab atas macetnya kredit perusahaan Nishi Osaka Steel sebesar 500 juta yen. Padahal karena kredit itulah Bank Osaka Nishi terpilih menjadi kantor cabang terbaik dan Tadasu pun mendapatkan penghargaan. Usut punya usut, dibalik kredit macet itu ada konspirasi antara Tadasu dan direktur Osaka Steel, Higashida Mitsuru. Sangat sulit untuk menemukan Higashida karena memang kabur-kaburan aja dari awal. Tapi, yang namanya hero pasti menang belakangan donk. 

Hanzawa Naoki (kiri), suami-able banget kan, hahaha....

Setelah berhasilkan menuntaskan masalah kredit macet di kantor cabang, Hanzawa pun meraih promosinya dan dipromosikan menjadi Deputi Manajer di Divisi Operasional bank pusat, yaitu Bank Tokyo Chuo. Nah, disini pun doi juga menghadapi masalah pelik. Bank Tokyo Chuo mengalami kegagalan investasi sebesar 12 milyar yen dengan memberikan kredit pada Hotel Isseshima. Nah tugas Hanzawa ini mengatasi masalah tersebut sebelum adanya inspeksi dari semacam badan audit keuangan gitu. Nah, masalahnya dibalik kegagalan investasi ini pasti ada orang dalam yang turut andil memberikan investasi pada hotel yang sebenarnya sejak lama sudah terancam bangkrut. Siapa orangnya? Gimana cara cari buktinya? Silahkan nonton deh.


Namanya hero, pasti menangnya belakangan ya. Disini kita disuguhkan bahwa tujuan sebenarnya Hanzawa itu adalah balas dendam. Kepada siapa? Kepada sosok berpayung di tengah hujan yang menolak permohonan kredit dari ayahnya Hanzawa dan akhirnya menyebabkan ayah Hanzawa bunuh diri. Padahal bunuh diri kan dosa. Siapa orang berpayung itu? Berhasilkah balas dendamnya? Nonton aja, nggak menyesal kok.

Saking kentalnya aroma konspirasi, bahkan disini saya agak bingung menggolongkan hitam-putih para karakternya. Semua terasa abu-abu bagi saya. Walaupun begitu, ternyata ada banyak orang di sekitar Hanzawa yang peduli dan sangat membantu. Sebut saja sohibnya Tomari dan istrinya Hana. Takeshita-han di part Osaka Nishi juga sangat banyak membantu. Cara-cara Hanzawa untuk melawan kezaliman penguasa pun sangat cerdas dan bikin saya jatuh cinta sama Hanzawa itu sendiri biarpun udah om-om. Hehehe. Beda banget ya sama tipikal sinetron kita yang cuma mewek-mewek kalo merasa dizalimi. Hiihh, gemesss.....

Karakter Hana disini saya suka banget. Aya Ueto memang pas kalo memerankan karakter macam itu. Saya suka banget sama Hana yang tetap menunggu suaminya pulang dan menemaninya makan malam walaupun udah larut. Hana juga nggak segan-segan membantu suaminya dengan caranya sendiri, dan menurut saya doski ini istri yang keren. Hihihi sebelas-duabelas lah sama saya entar.

Karakter yang lain diperankan dengan pas dan sangat baik oleh para castnya. Biarpun Direktur Owada suka melotot sampai bola matanya nyaris copot, saya akui bisa bikin saya emosi tingkat tinggi. Kepingin nampol aja bawaannya lihat doi belagu kayak gitu. Satu lagi yang bikin saya kepingin nampol, Kurosaki Shunichi. Coba nonton deh, pasti paham perasaan saya. Hahaha...

Endingnya? Endingnya bikin saya saaaangat berharap ada Hanzawa Naoki season 2. Ayolah, Cinta Siti aja sampai 7 season lho. Tukang haji naik bubur juga sampai ribuan episode. Eh, beda ding sini sama jepun sana kalo bikin sinetron. Kualitas tetap nomer 1 biarpun rating tembus 42%. Coba kalo di sini, pasti pas rahasia hampir terkuak, tiba-tiba heronya amnesia, terus mati, terus hidup lagi, terus amnesia lagi, ah capek deh. 

Bonus, nih.... Para main cast Hanzawa Naoki....

Ini yang episode 1-5, part Osaka Nishi

Episode 6-10, part Tokyo Chuo. Tuh Owada, wajahnya minta ditampol :-/
Kesimpulannya drama ini rekomen banget buat ditonton sama emak-emak, bapak-bapak, embak-embak, mas-mas, adek-adek juga boleh. Tapi khawatirnya nggak nyantol sih kalo ditonton emak saya, konfliknya lumayan berat lho. Pokoknya seberat apapun masalahnya, musti pantang menyerah. Gitu sih yang saya amati disitu. Oiya satu lagi, jadi istri yang berbakti sama suami ya, kayak Hana. Hihihi.....

Romantis ala mereka :-)


Sumber Gambar :

http://wiki.d-addicts.com/Hanzawa_Naoki

Copyright © 2014 Keehh's